BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Teh merupakan salah satu tanaman industri yang sangat penting. Dari tanaman ini di ambil daunnya yang masih muda. Kemudian diolah dan digunakan untuk bahan minuman yang lezat. Disamping itu, teh juga diekspor dan menghasilkan devisa untuk negara. Teh (Camellia sinensis) menjadi salah satu komoditi andalan
Provinsi Jawa Barat yang dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda
(tahun 1860). Melalui sejarah yang panjang, perkebunan teh dibudidayakan
dan dikelola oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, maupun
perkebunan rakyat. Sesudah abad ke 18, teh dikenalkan diseluruh dunia. Mula-mula hanya didaratan Cina dan Indi. Pada abad ke 9 teh mulai ditanam di Jepang.
Menanam teh tidak terlalu sulit. Ia dapat hidup dengan baik di tempat-tempat pada ketinggian 250-1200 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang baik bagi tanaman teh sekitar 2000-2500 mm setahun, dan suhu udara antara 14-200C. Suhu udara yang terlalu dingin dapat menyebabkan terjadinya pembekuan dan tanaman teh menjadi rusak.
Dilihat dari kelas sosial, masyarakat beranggapan bahwa minum teh
merupakan minuman kelas rendah, sedangkan minuman susu atau
minuman lainnya dipersepsikan sebagai minuman kelas sosial tingkat
menengah dan atas. Padahal di negara lain, masyarakat yang mempunyai
pendapatan tinggi menganggap sebagai minuman terpenting dalam
pergaulan, karena minum teh telah dianggap sebagai bagian dari life style
(
minum teh telah berkembang di
berkualitas masih rendah, dibandingkan dengan masyarakat di
meyakini minum teh identik dengan kesehatan.
Fakta ini dibuktikan dengan rata-rata konsumsi susu per kapita
masyarakat
konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82 kg,
dan
Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi teh juga dipengaruhi oleh
semakin gencarnya promosi dari produk saingan seperti kopi, susu, aqua dan
minuman ringan lainnya. Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Dadang
Surjadi, dkk., (2002:92-93) bahwa reaksi konsumen dalam merespons teh
sesuai iklan televisi dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, daya substitusi teh, keluarga, dan kerabat yang merupakan sumber referensi bagi
konsumen.
Penanaman teh secara besar-besaran di Indonesia sudah dimulai sejak abad ke 19. Waktu itu pemerintah Belanda menganjurkan perusahaan-perusahaan swasta dan rakyat untuk menaman teh. Usaha penanaman itu berkelanjutan sampai sekarang. Hasil daun teh rakyat dapat dijual ke pabrik-pabrik teh yang terdekat atau diolah sendiri. Di Indonesia teh ditanam di beberapa daerah. Yang paling besar di Jawa Barat, terutama di Bogor dan Pariangan. Dilereng gunung-gunung: salak, gede, tangkupan perahu, cikurai, dan dataran tinggi pagelangan. Di Jawa Tengah di usahakan disekitar gunung-gunung: selamet, dieng, sindoro, dan sumbing. Di daerah Jawa Timur dilereng-lereng: semeru, kawi, arjuna, wilis, dan raung. Dipulau sumatra, terdapat disekitar pematang siantar dan lereng gunung kerinci. Sebelum perang dunia ke II, luas tanaman teh diseruh Indonesia sekitar 213.388 ha. Seluas 138.388 ha diusakan oleh perushaan perkebunan, 75.000 ha di usahakan oleh rakyat. Perkebunan teh di Jawa Barat merupakan yang terbesar di Indonesia. Luas areal perkebunan mencapai 109.900 hektar atau 70 persen dari luas areal perkebunan teh di Indonesia. Tiap tahun produksi teh dari provinsi ini menyumbang sekitar 80 persen terhadap produksi teh nasional. Areal perkebunan teh tersebar di Kabupaten Bandung, Sukabumi, Cianjur,
Pekerjaan pengelolahan teh yang dilakukan dipabrik meliputi pelayuan, pemeraman, pengerinagan, sortasi, dan pengepakan.
Pelayuan daun teh ditunjukan untuk menurunkan kadar airnya agar mudah digulung. Pemeraman dilakukan dalam keadaan ruangan yang lembab suhu udaranya 21-260C. Pemeraman dilakukan 0,5-3 jam, tergantung dari halus dan kasarnya daun. Proses pengeringan dalam pabrik dilakukan dengan mesin penggering. Suhu penggeringan mula-mula 95-1000C. Kemudian diturunkan sedikit demi sedikit hingga 50-650C. Sesudah teh kering dilakukan sortasi, maksudnya untuk memperoleh tah yang sejenis.
Perbanyakan tanaman teh dapat dilakukan dengan pembiakan generatif dan vegetatif. Pembiakan generatif dilakukan dengan benih, Sedangkan pembiakan vegetatif dengan beberapa cara, antara lain Okulasi (tempelan), enten (sambungan), stek dan cangkok.
Kulit benih teh sangat keras. Oleh sebab itu, diperlukan secara khusus. Benih dihamparkan dan disimpan diantara lembar karung goni yang telah dibasahi dengan air panas selama beberapa hari. Sesudah itu, benih dijemur selama 20 – 30 menit.
Cara di atas diulangi 1 – 2 kali, hingga kulit benih pecah atau retak. Benih yang demikian kemudian ditanam dipesemaian. Penyemaian sebaliknya dilakukan menjelang musim hujan sekitar bulan Oktober.
1.2 Rumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan disini adalah “Bagaimana persebaran dan hasil produksi perkebunan the di Indonesia?”
BAB II
PEMBAHASAN
DATA LUAS AREAL DAN PRODUKSI PERKEBUNAN SELURUH INDONESIA MENURUT PENGUSAHAAN Area and Production by Category of Producer
JENIS TANAMAN / Commodity : T E H / Tea
TAHUN / Year : 1970-2009
Tahun/ Year | LUAS AREAL /Area (Ha) | | PRODUKSI /Production | ||||||
(Ton) | |||||||||
P R / Smallholders | P B N / Government | P B S / Private | Jumlah/ Total | P R / Smallholders | P B N / Government | P B S / Private | Jumlah/ Total | ||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | |
1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006*) 2007**) 2008**) 2009**) | 51.721 39.887 24.474 116.082 36.230 39.850 25.994 102.074 34.612 33.603 30.771 98.986 33.339 41.227 26.551 101.117 34.049 41.401 26.056 101.506 34.249 41.401 24.880 100.530 35.396 41.100 24.764 101.260 35.181 38.721 21.468 95.370 37.097 39.519 25.386 102.002 39.829 40.807 27.362 107.998 41.329 40.442 30.929 112.700 42.288 40.939 23.310 106.537 45.414 41.143 24.798 111.355 45.944 42.624 23.128 111.696 50.859 45.605 21.582 118.046 52.652 48.005 21.883 122.540 54.374 48.606 23.313 126.293 50.252 47.872 22.392 120.516 50.770 47.567 26.908 125.245 52.152 49.543 27.680 129.375 51.238 49.495 28.347 129.080 51.468 51.662 30.575 133.705 53.040 51.322 33.145 137.507 55.678 51.296 35.609 142.583 57.517 50.507 37.500 145.524 61.202 49.390 41.839 152.431 65.372 43.282 33.828 142.482 64.498 43.240 34.484 142.222 65.841 50.446 40.752 157.039 65.272 49.157 42.410 156.839 67.100 44.263 42.312 153.675 67.580 44.554 38.738 150.872 66.289 44.608 39.810 150.707 64.742 41.988 36.874 143.604 61.902 44.768 35.878 142.548 60.771 44.066 34.284 139.121 59.921 44.488 33.760 138.169 58.800 43.653 33.126 135.579 57.677 42.820 32.494 132.991 56.556 41.987 31.862 130.406 | 20.563 34.326 9.277 64.166 14.511 36.527 9.954 60.992 11.947 37.442 10.535 59.924 14.263 43.252 10.069 67.584 13.833 40.148 11.036 65.017 14.096 46.221 9.772 70.089 13.280 49.449 11.036 73.765 17.303 51.391 14.234 82.928 17.424 58.977 15.709 92.110 19.069 61.240 16.908 97.217 20.489 68.184 17.502 106.175 23.769 71.886 13.480 109.135 16.511 60.648 15.573 92.732 22.858 70.360 17.099 110.317 24.290 84.475 17.678 126.443 30.056 80.149 17.259 127.464 31.124 79.314 19.043 129.481 25.394 79.801 20.901 126.096 25.564 84.772 23.464 133.800 25.590 90.368 26.416 142.374 31.381 95.346 29.192 155.919 27.898 84.035 27.587 139.520 31.834 94.023 27.844 153.701 36.631 95.126 33.237 164.994 30.294 78.383 30.545 139.222 32.593 87.432 33.988 154.013 34.256 96.624 38.537 169.417 32.619 88.259 32.770 153.648 34.137 91.076 41.612 166.825 34.561 86.099 40.343 161.003 39.466 84.132 38.989 162.587 40.160 86.207 40.500 166.867 44.773 80.426 39.995 165.194 47.079 82.082 40.660 169.821 40.200 89.303 36.448 165.951 37.746 89.959 38.386 166.091 37.800 91.649 38.432 167.881 37.800 91.649 38.432 167.881 37.800 91.649 38.432 167.881 37.800 91.649 38.432 167.881 |
Keterangan / Note : DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
*) Sementara / Preliminary Directorate General of Estate
* *) Data Estimasi dengan model Double Exponential smoothing
HASIL ANALISIS
Industri teh saat ini sedang mengahadapi berbagai masalah, antara lain
terjadinya over production nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat
konsumsi teh masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya untuk mentransformasi keunggulan komparatif (comparative
advantages) menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantages),
dengan mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan
pengembangan subsistem agribisnis hilir dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun internasional, yang digerakkan oleh kekuatan
inovasi (innovation driven) (Tampubolon, 2002:20),
Pembangunan agribisnis perkebunan yang telah berganti arah dari
penekanan produksi kepada permintaan pasar atau konsumen yang
merupakan konsekuensi logis dari terjadinya globalisasi perdagangan yang menimbulkan dampak hyper competition di antara negara-negara produsen teh.
Pembangunan perkebunan dengan pendekatan sistem agribisnis
yang berorientasi pasar pada dasarnya bertitik tolak pada pasar sebagai
penggerak utama pengembangannya yaitu mempertemukan kebutuhan
pelanggan atau permintaan pasar dengan pasokan yang tersedia, baik pasar
lokal (domestik) maupun ekspor.
Tabel 1.1.
Perkembangan Produksi the di Indonesia Tahun 1994-2003
Tahun | Produksi | % (naik turun) |
1994 | 128.289 | - |
1995 | 143.675 | 11,99 |
1996 | 166.256 | 15,71 |
1997 | 153.619 | -7,60 |
1998 | 166.825 | 8,59 |
1999 | 161.003 | -3,48 |
2000 | 157.371 | -2,25 |
2001 | 172.897 | 9,86 |
2002 | 172.792 | -0.06 |
2003 | 168.000 | -2,77 |
Sumber : ITC (International Tea Committee),
Tahun2004
Tabel 1.1 menunjukkan, perkembangan produksi mengalami fluktuasi
selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2003. Dari total produksi teh
(66,99 persen) berasal dari Provinsi Jawa Barat dan sisanya dari Sumatera.
Kontribusi teh tersebut dihasilkan oleh perkebunan teh rakyat, perkebunan
besar swasta, dan perkebunan negara, seperti disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Luas Areal dan Produksi Tanaman teh Menurut
Kepemilikan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003.
PERKEBUNAN | LUAS AREA (Ha) | PRODUKSI (ton) | PRUDUKTIFITAS LAHAN (ton/ha) |
Rakyat | 57.816,66 | 33.790,52 | 0,58 |
Negara | 25.005,10 | 29.197,12 | 1,17 |
Swasta | 26.332,10 | 49.565,44 | 1,88 |
Total | 109.154,18 | 112.553,08 | - |
Sumber : BPS Jawa Barat Dalam Angka,Tahun 2004
Hasil produksi yang dicapai, selain untuk kebutuhan dalam negeri
juga diekspor ke berbagai negara. Kondisi pasar ekspor yang selama ini
menjadi target pasar utama sangat sulit ditingkatkan, karena posisi
pasar hanya 6 persen.
Hasil ekspor terbesar diraih oleh
lainnya seperti Other Africa 5 persen,
perkembangan hasil ekspor impor teh
Tabel 1.3.
Perkembangan Hasil Penjualan Ekspor Impor Teh
TAHUN | VOLUME EKSPORT | VOLUME IMPORT |
1994 | 84.916 | 100 |
1995 | 79.227 | 50 |
1996 | 101.532 | 50 |
1997 | 66.843 | 2.300 |
1998 | 67.219 | 2.300 |
1999 | 97.847 | 1.600 |
2000 | 105.581 | 2.200 |
2001 | 99.721 | 3.800 |
2002 | 100.185 | 6.000 |
Sumber ITC (International Tea Committee), Tahun 2004
Tabel 1.3 menunjukkan, volume ekspor cenderung menurun dari tahun
ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh tingkat kualitas yang relatif rendah
dan situasi politik internasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Dede
Suganda dan Warli Sukarja1), bahwa pemasaran teh ke Timur Tengah (Arab
Saudi, Irak, Libanon, Yordania, Turki dan
disebabkan perang Irak. Inggris dan Amerika Serikat yang diakibatkan oleh perbedaan politik dengan
pemerintah
Di sisi lain, walaupun negara kita sebagai pengekspor teh, namun
juga sebagai pengimpor teh yang cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Ironisnya ekspor yang dilakukan pada umumnya masih dalam
bentuk curah (lose tea) yang dikemas dengan kertas khusus berbagai ukuran
yaitu 40 kg – 60 kg. Impor teh yang masuk telah memiliki nilai tambah
dengan kemasan yang lebih baik dan harga yang ditawarkan jauh lebih
mahal.
Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun 2010. Kondisi ini
akan berdampak positif karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan tetapi,
jika perusahaan tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi target
pasar bagi negara produsen teh lainnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi over production, perusahaan
negara maupun perusahaan swasta, hendaknya berusaha meningkatkan
konsumsi dalam negeri, karena potensi pasar dalam negeri cukup besar
dengan melihat trend populasi penduduk
perkembangan konsumsi teh dalam negeri.
Tabel 1.4. Perkembangan Konsumsi teh Per Kapita
dalam Negeri Tahun 1997-2003.
TAHUN | KONSUMSI PERKAPITA/TAHUN (gram) |
1997 | 250 |
1998 | 310 |
1999 | 320 |
2000 | 310 |
2001 | 300 |
2002 | 310 |
2003 | 150 |
Sumber : ITC (International Tea Committee ),
Tahun 2004
Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per
kapita nasional tersebut antara lain; faktor internal konsumen seperti
budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis. Di samping
itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran seperti produk, harga,
saluran distribusi, dan promosi serta produk substitusi (air mineral, susu, kopi
dan coklat).
Budaya konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang
paling mendasar. Budaya minum teh ditemukan di masyarakat
Jepang yang menjadikan teh sebagai minuman sehat (tradisi), sedangkan di
Eropa pada umumnya minum teh merupakan minuman nasional.
Di Jawa Barat minum teh merupakan budaya, karena setiap restoran
dan rumah makan serta warung makan menyajikan minuman teh tanpa gula
sebagai minuman pengganti air putih. Walaupun, budaya minum teh telah
menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya dan Jawa Barat khususnya,
namun relatif belum diminum secara teratur.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dsimpulkan bahwa pengaruh iklan
yang ditayangkan melalui media televisi sangat dimungkinkan karena di
barang mewah bahkan televisi sudah dianggap kebutuhan primer bagi
sebagian besar rumah tangga.
Dilihat dari karaktersitk individu, secara umum menunjukkan adanya
kecenderungan bahwa minuman teh hanya khusus orang dewasa saja,
padahal untuk konsumsi anak-anak dan manusia usia lanjut jauh lebih baik
karena teh dapat memenuhi gizi dan kesehatan. Jumlah konsumsi teh yang
dibeli, erat hubungannya dengan jumlah anggota keluarga, sehingga
semakin besar jumlah anggota keluarga seharusnya jumlah yang dibelipun
akan meningkat.
Selanjutnya, faktor psikologis konsumen yang menunjukkan bahwa
kecenderungan seseorang mengkonsumsi minuman teh masih terbatas
pada motivasi untuk menghilangkan rasa haus (pelepas dahaga) dan relatif belum mengetahui secara luas manfaat dari teh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nana Subarna, dkk., (2002:5) mengemukakan, bahwa persepsi
konsumen dalam mengkonsumsi minuman teh tercermin dari tujuan dan
anggapan konsumen bahwa produk teh merupakan minuman yang memberi
manfaat kesehatan, enak, menyegarkan, pelepas dahaga, minuman murah,
dan mudah didapat.
Selain faktor di atas, kontribusi yang cukup besar dalam
mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian komoditas teh dalam
rumah tangga, tidak terlepas dari faktor produsen teh, terutama teh merek
Sariwangi dan teh Sosro yang begitu gencar melakukan strategi bauran pemasran dengan tujuan mempengaruhi konsumen.
Strategi bauran pemasaran yang dilakukan, akan dipersepsikan oleh
konsumen melalui kinerja bauran pemasaran yang terdiri dari produk, seperti
kualitas yang ditawarkan (rasa, aroma, warna air seduhan), merek, dan
kemasan produk dengan harga yang relatif murah dan bersaing antar
produsen teh.
Lemahnya kebijakan saluran distribusi pemasaran yang dilakukan oeh
produsen teh, terlihat dari adanya beberapa merek produk yang masih sulit
diperoleh di pasar, kecuali merek Sariwangi yang memiliki saluran distribusi
yang sangat luas dan dengan berbagai jenis kemasan, sehingga
mempermudah konsumen rumah tangga untuk membelinya. Demikian
halnya, pada strategi promosi yang dilakukan produsen belum begitu gencar, kecuali produsen Sariwangi dan teh Sosro yang melakukan strategi bauran
promosi secara intensif, karena produsen tersebut menyadari bahwa
walaupun produk yang ditawarkan mempunyai kualitas baik, harga yang
ditawarkan murah, dan mempunyai saluran distribusi yang luas, namun tidak
melakukan promosi melalui media yang efektif, maka produk tersebut
kemungkinan akan mengalami kegagalan pasar.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila
perusahaan teh mencari peluang dan potensi pemasaran lokal, seharusnya
mengintensifkan promosi, seperti produk bukan teh yang begitu gencar
melakukan promosi. Namun, konsekuensi yang harus ditanggung oleh
perusahaan teh adalah biaya promosinya perlu ditingkatkan.
Salah satu upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkatkan
Konsumsi teh per kapita nasional, yaitu melakukan kerja sama sejak tahun
2003 dengan perusahaan dan instansi terkait untuk melaksanakan festival teh secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk memotivasi produsen dan
konsumen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia teh ditanam di beberapa daerah. Yang paling besar di Jawa Barat, terutama di Bogor dan Pariangan. Dilereng gunung-gunung: salak, gede, tangkupan perahu, cikurai, dan dataran tinggi pagelangan. Di Jawa Tengah di usahakan disekitar gunung-gunung: selamet, dieng, sindoro, dan sumbing. Di daerah Jawa Timur dilereng-lereng: semeru, kawi, arjuna, wilis, dan raung. Dipulau sumatra, terdapat disekitar pematang siantar dan lereng gunung kerinci. Sebelum perang dunia ke II, luas tanaman teh diseruh Indonesia sekitar 213.388 ha. Seluas 138.388 ha diusakan oleh perushaan perkebunan, 75.000 ha di usahakan oleh rakyat. Perkebunan teh di Jawa Barat merupakan yang terbesar di Indonesia.
Perkembangan produksi mengalami fluktuasi,selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2003. Dari total produksi teh
ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh tingkat kualitas yang relatif rendah
dan situasi politik internasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Dede
Suganda dan Warli Sukarja1), bahwa pemasaran teh ke Timur Tengah (Arab
Saudi, Irak, Libanon, Yordania, Turki dan
disebabkan perang Irak. Inggris dan Amerika Serikat yang diakibatkan oleh perbedaan politik dengan pemerintah
mahal.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsoe’oed Sadjad. Empat Belas Tanaman Perkebunan untuk Agro-Industri, Penerbit Balai Pustaka, maret 1992.
www.google.com ( Pertumbuhan dan Pemasaran Produksi Tebu )