Erupsi
adalah fenomena keluarnya magma dari dalam bumi. Erupsi dapat dibedakan menjadi erupsi letusan (explosive erupstion) dan erupsi non-letusan (non-explosive eruption). Jenis erupsi yang terjadi ditentukan oleh banyak hal seperti kekentalan magma, kandungan gas di dalam magma, pengaruh air tanah, dan kedalaman dapur magma (magma chamber).
Pada erupsi letusan, proses keluarnya magma disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat yang berasal dari magma maupun tubuh gunungapi ke angkasa.
Pada erupsi non-letusan, magma keluar dalam bentuk lelehan lava atau pancuran lava (lava fountain), gas atau uap air.Di dalam Bahasa Indonesia, kata erupsi sering diterjemahkan sebagai “letusan”. Sebenarnya, terjemahan itu tidak sepenuhnya tepat. Terjemahan tersebut hanya tepat untuk tipe erupsi letusan.
Lahar
Asal Kata
Istilah “Lahar” berasal dari kata “lahar” dalam Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Jawa. Kata “lahar” sekarang merupakan salah satu istilah dalam ilmu volkanologi atau ilmu kegunungapian yang dipakai secara international.
Pengertian Lahar
Lahar adalah campuran yang panas atau dingin dari air dan fragmen batuan yang mengalir menuruni lereng gunungapi dan atau lembah sungai. Material yang tertransportasikan di dalam lahar berkisar dari material berukuran butir lempung sampai bongkah dengan diameter butiran lebih dari 10 m.
Lahar memiliki ukuran dan kecepatan meluncur yang bervariasi. Lahar kecil berukuran lebar beberapa meter dan dalam beberapa senti-meter dan kecepatan alirannya beberapa meter per detik. Lahar besar memiliki ukuran leber beberapa ratus meter dan dalam beberapa puluh meter dan dapat meluncur dengan mengalir dengan kecepatan beberapa puluh meter per detik.
Pemicu Lahar
Lahar dapat terjadi karena beberapa pemicu berikut ini, yaitu:
1) Erupsi gunungapi, dapat memicu lahar secara langsung dengan pencairan salju dan es secara cepat pada suatu tubuh gunungapi atau melontarkan air dari danau kawah.
2) Curah hujan yang tinggi selama atau setelah erupsi gunungapi. Air hujan dapat dengan mudah mengerosi batuan volkanik yang lepas-lepas dan tanah di lereng gunungapi atau bukit, dan di dalam lembah sungai. Cara pembentukan lahar seperti adalah yang paling sering terjadi.
3) Dimulai dari gerakan tanah dari batan jenuh dan mengalami alterasi hidrotermal di lereng gunungapi atau lereng bukit didekatnya. Gerakan tanah dipicu oleh erupsi gunungapi, gempa bumi, hujan, atau peningkatan tarikan gravitasi di gunungapi.
Dampak Aliran Lahar
Aliran lahar yang bergerak cepat menuruni lembah sungai dan kemudian menyebar di dataran banjir di daerah kaki gunungapi dapat menyebabkan kerusakan ekonomi dan lingkungan yang serius.
Dampak langsung dari turbulensi yang terjadi di ujung aliran lahar atau dari bongkah-bongkah batuan dan kayu yang dibawa aliran lahar adalah menghancurkan, menggerus atau menggosok segala sesuatu yang ada di jalan jalur aliran lahar.
Bila tidak hancur atau tergerus oleh liran lahar, bangunan-bangunan dan lahan-lahanyang berharga dapat sebagian atau seluruhnya tertimbun oleh endapan lahar. Aliran lahar juga bisa merusak jalan dan jembatan sehingga aliran lahar juga dapat menyebabkan orang-oramng terisolasi atau terkurung di daerah bahaya erupsi gunungapi.
Selain memberikan dampak yang merugikan, aliran lahar juga memberikan dampak yang menguntungkan, yaitu memberikan endapan batuan dan pasir yang sangat banyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Sebagai contoh, banyak aktifitas penambangan pasir dan batu yang dilakukan di lereng Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hal itu menunjukkan bahwa endapan lahar dapat memberikan dampak positif kepada aktifitas perekonomian masyarakat secara langsung yang tinggal di sekitar gunungapi, dan menyediakan bahan bangunan yang melimpah. Selain itu, setelah bertahun – puluhan sampai ratusan tahun, dan tanah terbentuk di permukaannya, endapan lahar juga dapat menjadi lahan pertanian yang subur.
Sebutan/terminologi lain untuk Lahar
Debris flow: bila lahar mengandung muatan sedimen > 80% berat.
Mudflow: bila lahar dominan tersusun oleh partikel-partikel batuan berukuran halus, dominan berdiameter <>
Hyperconcentrated streamflow: bila lahar mengandung mutan sedimen 40-80 %.
Cohesive lahars: bila debris flow atau mudflow mengandung lebih dari 3-5% sedimen berukuran lempung.
Non-cohesive lahars: bila debris flow atau mudflow mengandung kurang dri 3-5% sedimen berukuran lempung.
Toba Catastrophe Theory
Ada dua erupsi volkanik mahadahsyat di dunia ini yang menduduki peringkat VEI (volcanic explosity index) paling atas (8), yaitu Toba dan Yellowstone (Amerika). Toba terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu, dan Yellowstone terjadi sekitar 1-2 juta tahun yang lalu.
Yang Yellowstone, penentuan saat tepatnya sulit karena masalah “overprinting” (tertutupi) oleh kejadian2 sesudahnya. Ini jelas kejadian2 yang tidak disaksikan manusia moderen. Hanya berdasarkan sebaran piroklastikanyalah, dikethui bahwa Bumi kita pernah punya sejarah erupsi “mega-colossal” ini.
Erupsi mega-kolosal Toba, kalau kita percaya, tentu telah menyebabkan suatu katastrofi yang dahsyat (“Toba catastrophe theory”, kata Stanley Ambrose – University of Illinois at Urbana-Champaign – seorang peneliti luar yang menekuni masalah ini).
Erupsi ini telah menurunkan temperatur permukaan Bumi 3-3.5 derajat Celsius selama beberapa tahun. Tentu lingkungan permukaan Bumi berubah secara signifikan akibat erupsi megakolosal ini.
Akhir-akhir ini, karena terjadi kesamaan waktu dengan hasil penelitian evolusi manusia, erupsi Toba ini telah dituduh sebagai penyebab macetnya arus populasi migrasi manusia pada sekitar 70.000-75.000 tahun yang lalu. Pengetahuan kita tentang prasejarah manusia saat ini didasarkan kepada bukti2 fosil, arkeologi, dan genetika (DNA).
Berdasarkan bukti2 tersebut, di dalam 3-5 juta tahun terakhir, spesies manusia (hominid) telah berpisah dari kelompok kera, dan maju dalam evolusinya menghasilkan varietas spesies manusia. Dalam perkembangan ini, pada sekitar 70-75 ribu tahun yang lalu sempat terjadi peristiwa reduksi populasi manusia yang sangat masif, inilah yang terkenal sebagai teori ”population bottlenecks” .
Beberapa bukti geologi dan simulasi komputer Toba mega-colossal eruption telah dilakukan, dan sangat mendukung bahwa Toba pernah meletus dengan hebatnya. Dan, bukti DNA melalui proyek genome (yang baru dilakukan sekitar awal tahun 2000) telah berhasil memetakan seluruh variasi manusia saat ini dan telah berhasil melacak perjalanan evolusi dan migrasinya.
Dikatakan, bahwa seluruh manusia sekarang di Bumi berasal dari sekitar hanya 10.000 individu manusia. Dengan menggunakan teknik ”average rates of genetic mutation”, beberapa ahli genetika berpendapat bahwa sejumlah populasi terisolasi ini hidup sezaman dengan peristiwa erupsi megakolosal Toba.
Maka, disusunlah sebuah teori antara para ahli geologi dan ahli genetika yang mengatakan bahwa erupsi megakolosal Toba pada sekitar 74.000 tahun yang lalu telah memunahkan banyak manusia yang sedang bermigrasi keluar dari Afrika (out of Africa) dan hanya menyisakan 10.000 individu yang hidup terisolasi. Peristiwa ini selanjutnya telah mendorong diferensiasi spesies dari 10.000 individu dan melalui serangkaian peristiwa akhirnya menyisakan spesies manusia yang seperti sekarang ini.