Minggu, 24 April 2011

JEPANG sampai masa pemerintahan BAKUFU

Keshogunan Tokugawa




Lambang keluarga (kamon) klan Tokugawa
Keshogunan Tokugawa (徳川幕府 Tokugawa bakufu?, 1603—1868) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada 9 November 1867.
Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo atau zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu.
Oda Nobunaga dan penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama yang berhasil mendirikan pemerintah pusat setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi di zaman Sengoku. Setelah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar Sei-i Taishōgun di tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya Restorasi Meiji.
Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.
Setelah kalah dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan Tokugawa berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah shogun Tokugawa ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan).
Pemerintahan
Keshogunan dan wilayah han


Shogun Tokugawa Ieyasu
Sistem politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei (幕藩体制?), baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.
Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.
Keshogunan Tokogawa berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara para daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo bertindak di luar keinginan shogun.
Daimyo dari keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan pengikut setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru setia kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:
• Tokugawa Yoshinao, penguasa han Owari generasi pertama
• Tokugawa Yorinobu, penguasa han Kishū generasi pertama
• Tokugawa Yorifusa, penguasa han Mito generasi pertama.
Lambang keluarga Tokugawa berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis keturunan utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei. Putra-putra lain Tokugawa Ieyasu hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan nama keluarga Tokugawa.
Di awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama Daimyo yang dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai macam strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga klan Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya tujuan akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo. Keshogunan Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari Satsuma, Choshu, Tosa, dan Hizen.
Keshogunan Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta koku.
Hubungan shogun dan kaisar
Keshogunan Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan dikeluarkan istana kaisar di Kyoto dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem ini berlangsung sampai kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada kaisar di zaman Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto yang disebut Kyōto Shoshidai untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar dan kalangan bangsawan.
Perdagangan luar negeri


Kapal segel merah milik Jepang di tahun 1634


Pintu gerbang Sakurada di Istana Edo, pusat kekuasaan klan Tokugawa
Keshogunan Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas hanya diizinkan di Provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima. Kapal-kapal Namban dari Portugal merupakan mitra dagang utama keshogunan Tokugawa yang diikuti jejaknya oleh kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.
Jepang berperan aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615, misi dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku di tahun 1635, shogun masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah) yang ingin berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan hanya diizinkan dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.
Lembaga pemerintahan
Rōjū dan Wakadoshiyori
Menteri senior (rōjū) diangkat dari anggota keshogunan yang paling senior dan bertugas sebagai pengawas ōmetsuke, machibugyō, ongokubugyō dan pejabat-pejabat tinggi lain. Tugas lain menteri senior adalah berhubungan dengan berbagai kalangan, seperti istana kaisar di Kyoto, kalangan bangsawan (kuge), daimyo, kuil Buddha dan Jinja, termasuk menghadiri berbagai macam rapat seperti rapat pembagian daerah. Keshogunan Tokugawa memiliki 4-5 menteri senior yang masing-masing bertugas sebulan penuh secara bergantian. Shogun meminta pertimbangan menteri senior jika ada persoalan penting yang harus diselesaikan. Pada perombakan birokrasi di tahun 1867, posisi menteri senior dihapus dan diganti dengan sistem kabinet, sehingga ada menteri dalam negeri, menteri keuangan, menteri luar negeri, menteri angkatan darat dan menteri angkatan laut.
Pada prinsipnya, Fudai Daimyo yang memiliki wilayah kekuasaan minimal 50.000 koku memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai menteri senior. Walaupun demikian, pejabat menteri senior sering berasal dari birokrat yang dekat dengan shogun, seperti pejabat soba yōnin, Kyoto shoshidai dan Osaka jōdai.
Shogun kadang kala menunjuk seorang menteri senior untuk mengisi posisi Tairō (tetua atau penasehat). Pejabat Tairō dibatasi hanya berasal dari klan Ii, Sakai, Doi dan Hotta, walaupun Yanagisawa Yoshiyasu pernah juga diangkat sebagai pengecualian. Ii Naosuke merupakan Tairō yang paling terkenal, tapi tewas dibunuh pada tahun 1860 di luar pintu gerbang Sakurada, Istana Edo.
Sebagai kelanjutan dari dewan rokuninshū (1633–1649) yang terdiri dari 6 anggota, keshogunan Tokugawa membentuk dewan wakadoshiyori yang berada persis di bawah posisi menteri senior (rōjū). Dewan wakadoshiyori terbentuk pada tahun 1662 dan terdiri dari 4 anggota. Tugas utama dewan wakadoshiyori adalah mengurusi hatamoto dan gokenin yang merupakan pengikut langsung shogun.
Sebagian shogun juga mengangkat pejabat soba yōnin yang bertugas sebagai perantara antara shogun dan rōjū. Posisi soba yōnin menjadi sangat penting di masa shogun Tokugawa ke-5 yang bernama Tokugawa Tsunayoshi akibat salah seorang pejabat wakadoshiyori bernama Inaba Masayasu membunuh pejabat tairō bernama Hotta Masatoshi. Shogun Tsunayoshi yang cemas akan keselamatan dirinya memindahkan kantor rōjū hingga jauh dari bangunan utama istana.
Ōmetsuke dan Metsuke
Pejabat yang melapor kepada rōjū and wakadoshiyori disebut ōmetsuke dan metsuke. Lima orang pejabat ōmetsuke diberi tugas memata-matai para daimyo, kalangan bangsawan (kuge) dan istana kaisar agar segala usaha pemberontakan bisa diketahui sejak dini.
Di awal zaman Edo, daimyo seperti Yagyū Munefuyu pernah ditunjuk sebagai pejabat ōmetsuke. Selanjutnya, jabatan ōmetsuke cuma diisi oleh hatamoto yang berpenghasilan minimal 5.000 koku. Shogun sering menaikkan penghasilan ōmetsuke menjadi 10.000 koku agar ōmetsuke bisa dihargai dan berkedudukan sejajar dengan daimyo yang sedang diawasi. Pejabat ōmetsuke juga menerima gelar kami, seperti Bizen-no-kami yang berarti penguasa provinsi Bizen.
Sejalan dengan perkembangan waktu, fungsi pejabat ōmetsuke berubah menjadi semacam kurir yang menyampaikan perintah dari keshogunan Tokugawa ke para daimyo. Pejabat ōmetsuke juga diserahi tugas melangsungkan upacara seremonial di lingkungan Istana Edo. Pengawasan kehidupan beragama dan pengendalian senjata api merupakan tanggung jawab tambahan pejabat ōmetsuke.
Pejabat metsuke melapor kepada wakadoshiyori dan bertugas sebagai polisi militer bagi shogun. Tugasnya mengawasi ribuan hatamoto and gokenin yang berpusat di Edo. Masing-masing wilayah han juga memiliki metsuke yang berfungsi sebagai polisi militer bagi para samurai.
San-bugyō
Pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh san-bugyō (tiga lembaga administrasi): jishabugyō, kanjōbugyō dan machibugyō. Pejabat jishabugyō berstatus paling elit karena para pejabat selalu berhubungan dengan kuil Buddha (ji) dan kuil Shinto (sha) dan diberi hak penguasaan atas tanah. Pejabat jishabugyō juga menerima pengaduan dari pemilik tanah di luar 8 provinsi Kanto. Pejabat jishabugyō ditunjuk dari kalangan daimyo, dengan Ōoka Tadasuke sebagai pengecualian.
Pejabat kanjōbugyō yang terdiri dari 4 orang melapor langsung kepada rōjū. Tugasnya sebagai auditor keuangan keshogunan Tokugawa.
Pejabat machibugyō merupakan pelaksana pemerintahan tingkat lokal. Tugasnya merangkap-rangkap sebagai walikota, kepala polisi, kepala pemadam kebakaran, dan hakim pengadilan pidana dan hukum perdata, tapi tidak bertanggung jawab terhadap samurai. Pejabat machibugyō yang terdiri dari 2 orang (pernah juga sampai 3 orang) biasanya diambil dari hatamoto, bertugas bergantian selama satu bulan penuh.
Tiga orang pejabat machibugyō menjadi terkenal berkat film samurai (jidaigeki), pejabat bernama Ōoka Tadasuke dan Tōyama Kinshirō (Tōyama no Kinsan) selalu digambarkan sebagai pahlawan, sedangkan Torii Yōzō sebagai penjahat.
Pejabat san-bugyō merupakan anggota dari dewan yang disebut Hyōjōsho. Anggota dewan hyōjōsho bertanggung jawab dalam soal administrasi tenryō, mengawasi gundai, daikan dan kura bugyō. Selain itu, anggota dewan hyōjōsho juga hadir sewaktu diadakan dengar pendapat sehubungan dengan kasus yang melibatkan samurai.
Tenryō, Gundai dan Daikan
Shogun juga menguasai secara langsung tanah di berbagai daerah di Jepang. Tanah milik shogun disebut Bakufu Chokkatsuchi yang sejak zaman Meiji disebut sebagai Tenryō. Shogun memiliki tanah yang sangat luas, mencakup daerah-daerah yang sudah sejak dulu merupakan wilayah kekuasaan Tokugawa Ieyasu, ditambah wilayah rampasan dari para daimyo yang kalah dalam Pertempuran Sekigahara, serta wilayah yang diperoleh dari pertempuran musim panas dan musim dingin di Osaka. Di akhir abad ke-17, seluruh wilayah kekuasaan Tokugawa bernilai 4 juta koku. Kota perdagangan seperti Nagasaki dan Osaka, berbagai lokasi pertambangan seperti tambang emas di Sado termasuk ke dalam wilayah kekuasaan langsung shogun.
Wilayah kekuasaan shogun tidak dipimpin oleh daimyo melainkan oleh pelaksana pemerintahan yang memegang jabatan gundai, daikan, dan ongoku bugyō. Kota-kota penting seperti Osaka, Kyoto and Sumpu dipimpin oleh machibugyō, sedangkan kota pelabuhan Nagasaki dipimpin oleh Nagasaki bugyō yang ditunjuk oleh shogun dari hatamoto yang sangat setia pada shogun.















Keshogunan Kamakura

Keshogunan Kamakura (鎌倉幕府 Kamakura bakufu?) adalah pemerintahan militer oleh samurai yang didirikan Minamoto no Yoritomo di Kamakura. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Kamakura disebut zaman Kamakura yang berlangsung sekitar 140 tahun. Keshogunan Kamakura berakhir setelah Nitta Yoshisada menghancurkan klan Hōjō.
Dulunya dalam buku sejarah Jepang ditulis bahwa Keshogunan Kamakura dimulai sejak tahun 1192 ketika Minamoto no Yoritomo diangkat sebagai Seii Taishōgun, namun secara de facto Yoritomo sudah berkuasa dan memiliki lembaga pemerintahan sebelum 1192. Keshogunan Kamakura juga bukan pemerintahan militer oleh kalangan samurai yang pertama di Jepang, karena sebelumnya sudah dikenal Pemerintahan klan Taira.
Pemerintahan atau kantor shogun disebut "bakufu" (幕府?, secara harafiah, pemerintahan di tenda) atau "Keshogunan". Sistem politik yang disebut keshogunan (bakufu) terus bertahan hingga Keshogunan Muromachi (Muromachi Bakufu) dan Keshogunan Edo (Edo Bakufu). Dalam literatur klasik Azuma Kagami, istilah bakufu hanya digunakan untuk rumah kediaman shogun, dan tidak digunakan untuk menyebut pemerintah pusat oleh kalangan militer. Istilah "bakufu" untuk menyebut pemerintahan kalangan samurai pertama kali digunakan sejarawan di zaman Edo. Kalangan samurai biasanya menyebut pemerintahan Kamakura sebagai Kamakura-dono (Yang Dipertuan Kamakura).
Masa pembentukan
Di akhir zaman Heian sebenarnya sudah ada Pemerintahan klan Taira di bawah pimpinan Taira no Kiyomori namun tidak disukai rakyat dan ditentang banyak pihak. Perlawanan terhadap klan Taira dimulai sejak Persekongkolan Shishigatani dan secara resmi dipimpin putra mantan Kaisar Go-Shirakawa, Pangeran Mochihito yang langsung tewas dibunuh. Peristiwa ini menyebabkan bangkitnya kekuatan perlawanan terhadap klan Taira di seluruh Jepang.
Minamoto no Yoritomo yang sedang diasingkan di Izu ikut mengangkat senjata, tapi ditaklukkan dalam Pertempuran Ishibashiyama. Dari tempat pelarian di Awa, Yoritomo memimpin perjalanan panjang melewati Provinsi Kazusa dan Provinsi Shimousa. Di tengah perjalanan, Yoritomo mendapat dukungan dari klan Taira Bandō yang merupakan percabangan klan Taira di wilayah Kanto. Setelah menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan, Yoritomo mendirikan markas di Kamakura yang dulunya pernah menjadi pusat kekuatan para pendahulu klan Minamoto. Lembaga pemerintahan seperti Samurai Dokoro didirikan untuk mempersatukan berbagai kelompok samurai di wilayah Kanto, sedangkan Yoritomo mendapat sebutan Kamakura-dono (Yang Dipertuan Kamakura). Setelah memenangkan Pertempuran Fujigawa dan mendapat dukungan kelompok samurai wilayah Kanto, Yoritomo memulai pemerintahan di wilayah Kanto.
Setelah klan Taira diusir dari Kyoto oleh Minamoto no Yoshinaka pada bulan Juli 1183, Yoshinaka dan pengikutnya mendukung Pangeran Hokuriku untuk naik tahta sebagai kaisar. Sementara itu, pasukan Yoshinaka bertindak kejam terhadap warga kota Kyoto. Perkembangan situasi membuat mantan Kaisar Go-Shirakawa mengundang Yoritomo untuk menguasai Kyoto. Sebagai jawaban, Yoritomo menuntut agar kepemilikan tanah sistem manorialisme di wilayah Tōkaidō, Tōsandō, dan Hokurikudō dikembalikan ke sistem lama yang disebut Kokushi. Sebagai penghormatan terhadap Yoshinaka, permintaan tersebut sedikit dilonggarkan dengan tidak memasukkan wilayah Hokurikudō yang dimiliki Yoshinaka. Permintaan tersebut disetujui dan secara de facto, Yoritomo menjadi penguasa wilayah sebelah timur Jepang.
Pada tahun 1184, Yoritomo mendirikan lembaga pemerintahan, seperti kantor administrasi bernama Kumonjo (kemudian berganti nama menjadi Mondokoro), dan kantor peradilan yang disebut Monchūjo. Sementara itu, Yoritomo mengutus adik-adiknya, Minamoto no Noriyori dan Minamoto no Yoshitsune untuk menghancurkan sisa-sisa klan Taira. Dalam Pertempuran Dan no Ura, klan Taira dihancurkan dan sekaligus mengakhiri perang saudara yang berlangsung selama 6 tahun.
Masih di tahun yang sama (1184), Yoritomo menerima mandat dari mantan Kaisar Go-Shirakawa untuk menyingkirkan Yoshitsune dan Minamoto no Yukiie dengan alasan telah melanggar aturan pemerintah Yoritomo. Dalam usaha menangkap Yoshitsune dan Yukiie, Yoritomo diberi mandat untuk memberhentikan serta mengangkat Jitō dan Shugo yang bertugas memungut pajak berupa beras untuk perbekalan militer dan sebagai pejabat di kantor pemerintah lokal. Berdasarkan mandat tersebut, Yoritomo berkuasa atas kekuatan militer serta kepolisian di seluruh negeri, dan sekaligus menandai berdirinya pemerintahan Keshogunan Kamakura yang menguasai seluruh Jepang. Walaupun demikian, pemerintah Yoritomo baru menguasai seluruh wilayah Jepang bagian timur setelah menghancurkan klan Ōshū Fujiwara dalam Pertempuran Ōshū 1189.
Pada tahun 1190, Yoritomo ditunjuk sebagai panglima tertinggi kekuatan militer (Ukone no Daishō) dan berbagai jabatan tinggi lainnya dalam pemerintahan, namun segera mengundurkan diri. Ambisi Yoritomo adalah diangkat menjadi Seii Taishōgun dan terlaksana setelah penentangnya, mantan Kaisar Go-Shirakawa wafat pada tahun 1192. Pengangkatan Yoritomo sebagai shogun juga sering digunakan untuk menandai berdirinya Keshogunan Kamakura.
Puncak kejayaan
Setelah Yoritomo meninggal secara mendadak di bulan Februari 1199, jabatan shogun diteruskan oleh putra pewarisnya yang bernama Minamoto no Yoriie. Sewaktu diangkat sebagai shogun, Yoriie masih berusia 18 tahun dan pihak keshogunan menganggapnya belum mampu mengendalikan pemerintahan. Sebagai wakil Yoriie, pemerintah dijalankan Dewan 13 Gokenin yang sebagian besar anggotanya berasal dari klan Hōjō yang merupakan kerabat Yoriie dari pihak ibu (Hōjō Masako). Pasangan bapak-anak Hōjō Tokimasa dan Hōjō Yoshitoki satu per satu menyingkirkan Gokenin yang berpengaruh, termasuk Kajiwara Kagetoki pada tahun 1200, dan Hiki Yoshikazu beserta anggota keluarganya pada tahun 1203.
Pada tahun 1203, Yoriie sakit keras dan kakek dari pihak ibu, Tokimasa mengirimnya ke Provinsi Izu dan dikenakan tahanan rumah. Setelah mengangkat adik Yoriie, Minamoto no Sanetomo sebagai shogun berikutnya dan penguasa Kamakura, Tokimasa membunuh Yoriie pada tahun 1204. Selanjutnya, Tokimasa diangkat sebagai pejabat Shikken yang bertugas sebagai pendamping shogun, dan pada praktiknya sebagai pemegang kendali kekuasaan. Di tahun berikutnya (1205), Tokimasa berusaha menjadikan menantunya, Hiraga Tomomasa sebagai shogun, sehingga musuh Tomomasa yang bernama Hatakeyama Shigetada dibunuh. Selanjutnya, Tokimasa berusaha menyingkirkan Sanetomo, namun tindakan ini ditentang oleh putra-putrinya sendiri, Hōjō Yoshitoki dan Hōjō Masako (ibu Sanetomo). Dengan dukungan Gokenin yang berpengaruh, Tokimasa dipaksa untuk mengundurkan diri dari dunia politik, sedangkan Hiraga Tomomasa dibunuh.
Hōjō Yoshitoki diangkat sebagai pejabat shikken berikutnya. Di masa jabatannya, kekuasaan klan Hōjō menjadi semakin kokoh, namun mendapat musuh baru, yakni Wada Yoshimori (kepala Samurai Dokoro) dan pengikutnya. Sesuai dengan rencana Yoshitoki, Wada Yoshimori beserta keluarganya dihabisi dalam Pertempuran Wada tahun 1213. Setelah itu, pemerintah Keshogunan Kamakura terus dirongrong pemberontakan, dan berpuncak pada terbunuhnya shogun ke-3 Minamoto no Sanetomo. Garis keturunan utama Minamoto no Yoritomo terputus dengan tewasnya Sanetomo. Pihak Keshogunan Kamakura meminta bantuan kaisar untuk menunjuk salah seorang pangeran sebagai shogun. Permintaan tersebut ditolak mantan kaisar Go-Toba, sehingga kerabat jauh Yoritomo dari keluarga Sekkan (aristokrat) yang masih kanak-kanak, Fujiwara no Yoritsune diangkat sebagai shogun baru. Yoritsune dan dua generasi shogun berikutnya disebut Sekke Shogun (shogun dari kalangan aristokrat), sedangkan pada praktiknya, pemerintahan tetap berada di tangan klan Hōjō.
Perang Jōkyū
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Jōkyū
Keshogunan Kamakura dianggap mantan Kaisar Go-Toba sebagai penghalang dalam menjalankan kekuasaan politiknya. Kekacauan di Kamakura yang mengikuti tewasnya shogun Sanetomo dianggap sebagai tanda keshogunan mulai melemah, dan merupakan kesempatan bagi Mantan Kaisar Go-Toba untuk menggulingkan Keshogunan Kamakura. Pada tahun 1221, mantan Kaisar Go-Toba mengeluarkan perintah untuk menyingkirkan Hōjō Yoshitoki. Di luar perkiraan mantan Kaisar Go-Toba, Keshogunan Kamakura memiliki basis pendukung yang kuat dari kalangan Gokenin. Dalam perang yang berlangsung sekitar singkat, Keshogunan Kamakura berhasil menghancurkan pasukan kekaisaran dalam waktu dua bulan.
Seusai perang, Keshogunan Kamakura memutuskan hukuman pengasingan bagi mantan Kaisar Go-Toba dan seluruh anggota keluarga, membantu Kaisar Chūkyō naik tahta, dan menjatuhkan hukuman mati bagi samurai dan bangsawan dari pihak istana yang mendukung mantan Kaisar Go-Toba. Rakyat terkejut dengan keputusan keshogunan untuk mengasingkan mantan kaisar, kaisar, dan sejumlah pejabat menteri. Pandangan rakyat berubah akibat keputusan yang diambil keshogunan, dan tidak lagi memandang kaisar berkedudukan lebih tinggi dari kalangan samurai. Selanjutnya, Keshogunan Kamakura mendirikan kantor Rokuhara Tandai di Kyoto untuk mengawasi gerak-gerik pihak istana kekaisaran.
Pemerintahan Shikken
Keshogunan Kamakura secara berturut-turut ditinggalkan para pendirinya. Hōjō Yoshitoki wafat tahun 1224, diikuti Hōjō Masako serta Ōe Hiromoto yang wafat tahun 1225. Jabatan shikken selanjutnya dijabat putra Yoshitoki yang bernama Hōjō Yasutoki. Agar pergantian kekuasaan shikken bebas kekacauan, Yasutoki menciptakan jabatan Rensho yang bertugas sebagai pendamping shikken. Kakek Yasutoki yang bernama Hōjō Tokifusa diangkat sebagai pejabat Rensho yang pertama. Selain itu, Yasutoki meletakkan dasar-dasar kepemimpinan kolektif dengan membentuk lembaga Hyōjōshū yang bertugas memberi pertimbangan atas keputusan politik pemerintah.
Kasus peradilan agraria yang semakin bertambah seusai Perang Jōkyū membuat Yasutoki merasa perlu menetapkan prosedur peradilan yang jelas. Prosedur peradilan ditetapkan Yasutoki menurut kitab hukum Goseibai Shikimoku yang mudah dimengerti dan diterapkan. Keshogunan Muromachi juga terus menggunakan kitab Goseibai Shikimoku sebagai dasar hukum. Berkat bakat kepemimpinan dan berbagai kebijakan politiknya, Yasutoki berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan oleh pejabat shikken.
Yasutoki mewariskan jabatan shikken kepada cucunya, Hōjō Tokiyori yang sangat menaruh perhatian pada bidang hukum. Pada tahun 1249, Tokiyori mendirikan lembaga pengadilan tinggi yang disebut Hikitsuke untuk menciptakan proses peradilan yang lebih adil. Faksi yang dipimpin shogun sebelumnya, Minamoto no Yoritsune bersama Nagoshi no Mitsutoki diusir karena berencana menyingkirkan Tokiyori pada tahun 1246. Pejabat Gokenin yang berpengaruh, Miura Yasumura beserta keluarganya juga dibunuh pada tahun 1247. Shogun Fujiwara Yoritsugu disingkirkan pada tahun 1252 karena berkomplot melawan pemerintah keshogunan, dan sebagai penggantinya Pangeran Munetaka diangkat sebagai shogun baru.
Pangeran Munetaka merupakan shogun pertama dari kalangan pangeran (Miyashōgun) yang tidak turut serta dalam pemerintahan. Keberadaan shogun pangeran membuat klan Hōjō semakin berkuasa, dan kendali pemerintahan berpusat pada garis keturunan utama klan Hōjō. Setelah Tokiyori jatuh sakit, jabatan shikken diwariskan kepada Hōjō Nagatoki yang berasal dari percabangan klan Hōjō, tapi kendali pemerintahan tetap tidak terlepas dari klan Hōjō. Pada waktu itu, istilah Tokuso digunakan untuk menyebut garis keturunan utama klan Hōjō yang memimpin pemerintahan tirani selama 9 generasi.